BANDUNG – Jawa Barat kembali menjadi sorotan nasional. Bukan soal prestasi, melainkan karena provinsi ini kini memegang rekor kelam sebagai wilayah dengan jumlah pemain judi online terbanyak di Indonesia. Data terbaru Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tahun 2024 menunjukkan bahwa ada 2. 638.849 warga Jabar terlibat dalam aktivitas judi online. Angka ini menjadikan provinsi Jawa Barat episentrum terbesar praktik tersebut.
Angka itu bukan hanya statistik. Di baliknya ada kisah pekerja yang kehilangan gaji, keluarga yang terguncang, hingga anak muda yang terseret karena rasa penasaran. PPATK mencatat, total transaksi judi online dari pemain asal Jawa Barat mencapai Rp5,97 triliun, dengan frekuensi transaksi menembus 44,9 juta kali.
Bogor dan Bandung Jadi Pusat Konsentrasi Pemain Judol
Di tingkat kabupaten/kota, Kabupaten Bogor berada di posisi teratas dengan 321.589 pemain. Disusul Kabupaten Bandung (182.450), Karawang (176.808), Sukabumi (171.429), dan Kabupaten Bekasi (168.316).
Sementara itu, Kota Bandung—yang dikenal sebagai pusat ekonomi dan digital—menyumbang 151.366 pemain, diikuti Cianjur (140.127), Kabupaten Garut (133.801), Kota Bekasi (125.243), dan Kabupaten Tasikmalaya (101.697).
Jika dipetakan ke level kecamatan, pusat-pusat aktivitas semakin terlihat jelas. Kecamatan Tambun Selatan di Kabupaten Bekasi tercatat memiliki pemain terbanyak dengan 23.975 orang. Disusul oleh Cimanggis (18.845), Cibinong (18.497), Bekasi Utara (16.422), Pancoran Mas (16.418), dan Sukmajaya (15.813).
Mayoritas Pemain Adalah Karyawan Swasta, Pedagang, Hingga Ibu Rumah Tangga
PPATK juga menelusuri latar belakang para pemain. Hasilnya cukup mengejutkan—judi online telah menyusup ke berbagai profesi dan lapisan sosial.
- 45,84% pemain adalah karyawan swasta.
- 23,26% pedagang.
- 10,43% pengusaha.
- 6,20% pelajar dan mahasiswa.
Yang memprihatinkan, 3,98% adalah ibu rumah tangga—sebuah indikator bahwa judi online telah masuk hingga ke ruang keluarga. Bahkan unsur aparatur negara pun tidak luput:
- PNS: 1,20%
- TNI/Polri: 2,16%
Fenomena ini menunjukkan penyebaran judi online yang begitu masif, dari kalangan pekerja informal hingga institusi resmi negara.
Pemain Didominasi Kelompok Berpenghasilan Rendah
Direktorat Analisis dan Pemeriksaan II PPATK, Afra Azzharga, menyebut bahwa sebagian besar pemain judi online berasal dari kelompok rentan secara ekonomi.
“Mereka yang berada di rentang penghasilan Rp0 hingga Rp5 juta berkontribusi hingga 67,56 persen,” ujarnya, Jumat (14/11/2025).
Sementara kelompok berpenghasilan tinggi ternyata hanya sedikit terdampak.
“Mereka yang berpenghasilan di atas Rp10 juta hanya sekitar 10,54 persen,” tambah Afra.
Angka ini menggambarkan bagaimana judi online seringkali menjadi pelarian bagi masyarakat yang justru paling rentan kehilangan stabilitas keuangan.
Penurunan pada 2025: Harapan Mulai Terlihat
Meski laporan PPATK menunjukkan angka yang mengkhawatirkan, ada titik terang. Tren judi online di 2025 mulai menurun berkat laporan masyarakat dan penindakan yang lebih intensif.
“Angka-angka ini per 2025 sebenarnya sudah menurun karena pada tahun lalu banyak laporan dari masyarakat yang kemudian dilakukan tindakan dan pemberantasan,” kata Afra.
Masifnya judi online di Jabar bukan sekadar data. Ini adalah alarm untuk semua pihak—pemerintah, keluarga, sekolah, dan aparat penegak hukum. Judi online telah merambah kehidupan pekerja, pedagang, ibu rumah tangga, bahkan aparatur negara.
Kondisi ini menegaskan bahwa penanganan judi online tidak bisa hanya mengandalkan penindakan. Edukasi publik, literasi digital, ketahanan ekonomi keluarga, dan pengawasan lintas sektor menjadi keharusan agar masyarakat tidak terus terjerumus dalam lingkaran yang merusak ini.
Sumber: Tintahijau.com











