Berita

Polemik PWI : Tokoh Pers Nasional Minta Wartawan Tidak Terjebak Narasi Menyesatkan

77
×

Polemik PWI : Tokoh Pers Nasional Minta Wartawan Tidak Terjebak Narasi Menyesatkan

Share this article
Tokoh Pers Senior Zulmansyah Sekedang
Foto : Tokoh Pers Senior Zulmansyah Sekedang. (dok.Istimewa)

JAKARTA – Di tengah memanasnya polemik soal kepemimpinan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), sejumlah tokoh pers nasional angkat bicara. Mereka merasa perlu meluruskan berbagai narasi simpang siur yang beredar agar wartawan, terutama di daerah, tidak tersesat dalam informasi yang keliru.

Zulmansyah Sekedang, salah satu tokoh pers senior, menegaskan pentingnya kembali pada fakta dan aturan konstitusional organisasi. Ia mengingatkan agar tidak ada pihak yang memanfaatkan kondisi ini demi ambisi pribadi.

“Banyak wartawan di daerah tidak paham bahwa Hendry Ch Bangun (HCB) sudah diberhentikan sebagai anggota PWI, yang otomatis berhenti juga sebagai ketua umum, karena bukan lagi sebagai anggota PWI. Ini bukan opini, tapi hasil keputusan formal organisasi bermula dari kasus cash back dana UKW,” kata Zulmansyah, Minggu (15/6/2025).

Tiga Pilar Pemecatan: Sah Secara Organisasi

Proses pemberhentian Hendry Ch Bangun dilakukan secara bertahap dan menyeluruh oleh tiga struktur resmi PWI, yakni:

  1. Dewan Kehormatan PWI Pusat, yang menjadi pengadil etik tertinggi organisasi.
  2. PWI Provinsi DKI Jakarta, tempat HCB terdaftar sebagai anggota.
  3. Kongres Luar Biasa (KLB), sebagai forum tertinggi yang mengesahkan keputusan pemecatan.

Pelanggaran Etik yang Tak Terbantahkan

Sejumlah pelanggaran etik berat menjadi dasar pemecatan HCB, di antaranya:

  1. Pengakuan menerima “cashback” dari dana bantuan Forum Humas BUMN.
  2. Penolakan terhadap keputusan Dewan Kehormatan dan malah memecat pengurus DK
  3. Pembentukan ” DK Tandingan ” secara sepihak
  4. Penggunaan stempel dan lambang PWI secara tidak sah untuk mengklaim diri sebagai ketua umum.

Status Hukum dan Pengakuan Resmi

  1. SK Kemenkumham bukan jaminan sah kepemimpinan organisasi, apalagi jika secara etik dan keanggotaan sudah diberhentikan.
  2. Putusan sela pengadilan bukanlah putusan final, dan tidak membatalkan hasil Kongres maupun keputusan Dewan Kehormatan.

Dewan Pers tidak lagi mengakui HCB sebagai Ketua Umum PWI dan melarang penggunaan fasilitas organisasi oleh pihaknya.

Namun, Zulmansyah mengingatkan pentingnya pemahaman mendalam soal hukum organisasi.

“Wartawan harus paham bedanya administratif, etik, dan konstitusi organisasi. Jangan mudah percaya pada satu potong narasi,” imbuhnya.

Menuju Rekonsiliasi Bermartabat

Di balik dinamika yang mengemuka, upaya meredakan konflik internal PWI terus berjalan. Dua kubu yang bertikai telah menandatangani Kesepakatan Jakarta, disaksikan Ketua Dewan Pers dan perwakilan media nasional.

“SC (Steering Committee) dan OC (Organizing Committee) hasil kesepakatan telah mulai bekerja menyiapkan Kongres Persatuan PWI paling lambat 30 Agustus 2025. Ini jalan tengah yang legal dan bermartabat,” jelas Zulmansyah.

Mengakhiri penjelasannya, Zulmansyah menyampaikan imbauan penting bagi seluruh wartawan dan media:

  1. Cek fakta sebelum percaya klaim dari pihak mana pun
  2. Hargai keputusan organisasi dan hukum internal yang telah dijalankan sesuai mekanisme
  3. Dukung rekonsiliasi, bukan justru memperuncing konflik lewat klaim-klaim sepihak.

“PWI adalah milik seluruh wartawan Indonesia. Jangan dijadikan alat justifikasi segelintir orang. Mari jaga marwah dan profesionalisme kita,” tutup Zulmansyah.

Sumber : lampusatu.com