BANDUNG – Aksi demonstrasi besar-besaran digelar para pelaku usaha pariwisata di depan Gedung Sate, Kota Bandung, pada Senin (21/7/2025), sebagai bentuk penolakan terhadap larangan kegiatan study tour yang diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Unjuk rasa yang tergabung dalam Solidaritas Pekerja Pariwisata Jawa Barat itu melibatkan ratusan orang dari berbagai elemen industri, mulai dari penyelenggara travel, sopir, hingga pemilik bus pariwisata. Mereka tiba di Bandung dengan iring-iringan sekitar 50 bus dan sempat memblokade Jembatan Pasupati, sebagai bentuk desakan agar Surat Edaran pelarangan study tour segera dicabut.
Para demonstran mengklaim bahwa kebijakan tersebut telah menyebabkan penurunan pendapatan hingga 60 persen di sektor pariwisata berbasis pendidikan. Mereka meminta pemerintah membuka kembali ruang bagi sekolah-sekolah untuk menyelenggarakan kegiatan luar kelas, termasuk study tour, yang selama ini menjadi penggerak ekonomi wisata daerah.
Baca Juga : Pelepasan Perdana 44 Jamaah Umroh, Rizma Tour Tunjukkan Komitmen Layanan Terbaik
Menanggapi gelombang protes tersebut, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan bahwa kebijakan larangan study tour bukanlah keputusan tanpa pertimbangan. Ia menyatakan bahwa fokus utamanya adalah melindungi masyarakat, khususnya para orang tua siswa, dari beban biaya yang tidak relevan dengan esensi pendidikan.
“Yang saya larang adalah kegiatan study tour, bukan kegiatan pariwisatanya secara umum. Justru demonstrasi kemarin menunjukkan bahwa kegiatan study tour selama ini hanyalah kegiatan rekreasi atau piknik,” tegas Dedi Mulyadi, dalam keterangan resminya, Selasa (22/7/2025).
Baca Juga : Peringatan Hari Koperasi ke-78 di Subang: Sekda Ajak Jadikan Koperasi sebagai Gerakan Ekonomi Rakyat
Menurut Dedi, aksi protes dari pelaku usaha pariwisata justru memperlihatkan bahwa esensi study tour telah bergeser. Ia menyoroti bahwa kegiatan tersebut lebih condong pada wisata hiburan dibandingkan misi edukasi. Bahkan, aksi demonstrasi tersebut turut diikuti pelaku wisata dari luar Jabar.
“Bukan hanya dari Jabar, yang ikut aksi juga dari Yogyakarta. Ini memperkuat bahwa kegiatan itu memang berbasis piknik. Maka saya tetap akan menjaga ketenangan orang tua siswa agar tidak terbebani biaya di luar pendidikan,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa banyak keluarga menghadapi tekanan ekonomi karena biaya study tour yang tidak sedikit. Tak sedikit siswa yang merasa terdiskriminasi karena tidak bisa ikut serta, hingga akhirnya memilih absen dari sekolah demi menghindari rasa malu.
Baca Juga : Terbuka untuk Umum, BUMD Subang Sejahtera Buka Lowongan untuk Jajaran Direksi dan Komisaris
“Saya akan tetap berpihak kepada rakyat banyak. Kita ingin efisiensi pendidikan, fokus pada karakter dan pertumbuhan pendidikan Pancawaluya, bukan membebani keluarga dengan biaya wisata,” tambahnya.
Meski kebijakan larangan study tour tetap diberlakukan, Dedi tetap menunjukkan dukungan terhadap pertumbuhan sektor pariwisata. Ia mendorong pelaku industri untuk menyasar wisatawan yang memang bertujuan rekreasi, bukan dari sektor pendidikan.
“Semoga industri pariwisata tetap tumbuh, tapi yang datang berwisata adalah orang-orang yang memang bertujuan wisata, bukan dipaksakan dengan label study tour,” pungkasnya.
Dengan sikap tegas ini, Pemprov Jabar berharap arah pendidikan kembali pada intinya: mendidik karakter, bukan sekadar jalan-jalan.
Sumber : Tintahijau.com