BeritaSubang

Pemkab Subang Pangkas Anggaran Usai Dana Transfer Pusat Turun Rp361 Miliar

71
×

Pemkab Subang Pangkas Anggaran Usai Dana Transfer Pusat Turun Rp361 Miliar

Share this article
Pemkab Subang Pangkas Anggaran Usai Dana Transfer Pusat Turun Rp361 Miliar
(Ilustrasi)

SUBANG – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Subang memilih langkah tegas dengan memangkas sejumlah pos belanja daerah setelah pemerintah pusat memutuskan untuk mengurangi transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp361 miliar pada tahun anggaran 2026. Alih-alih memaksimalkan pendapatan lain, Pemkab menempuh strategi efisiensi anggaran demi menjaga keseimbangan fiskal daerah.

Langkah ini bukan perkara mudah. Mengurangi kebiasaan belanja yang telah berjalan lama memerlukan pertimbangan matang — mana yang layak dipertahankan dan mana yang harus dipangkas.

Kepala Bidang Anggaran BKAD Kabupaten Subang, Didin Wahyudi, menjelaskan bahwa efisiensi dilakukan hampir di seluruh sektor belanja daerah.

“Dampak pengurangan TKD tahun 2026 sebesar Rp361 miliar untuk Kabupaten Subang, maka TAPD mengambil langkah melakukan efisiensi belanja daerah dalam APBD 2026,” ujarnya kepada Pasundan Ekspres, akhir pekan lalu.

Menurut Didin, efisiensi diterapkan pada berbagai pos pengeluaran seperti perjalanan dinas, makanan-minuman, alat tulis kantor, hingga sewa hotel.

“Efisiensi seperti perjalanan dinas 50 persen, makanan dan minuman 100 persen, alat tulis kantor 75 persen, belanja cetak 75 persen, belanja sewa hotel 100 persen, serta belanja pemeliharaan selain jalan dan jembatan 100 persen,” terangnya.

Ia menambahkan, pemeliharaan gedung dan sarana kantor akan dikurangi, sementara pemeliharaan jalan dan jembatan tetap dipertahankan karena penting bagi konektivitas dan pelayanan publik.

Meski banyak pos dipangkas, Didin memastikan kesejahteraan aparatur sipil negara tidak akan terganggu.

“Kita berusaha untuk tidak melakukan efisiensi terhadap penghasilan pegawai dari TPP. Insya Allah tidak akan ada pemangkasan TPP ASN, karena Pak Bupati menghendaki agar jangan sampai efisiensi menyentuh penghasilan pegawai,” jelasnya.

Kepala Bidang Perbendaharaan BKAD, Budhi Purnama, menambahkan bahwa efisiensi dilakukan dengan mempertimbangkan skala prioritas dan kebutuhan masyarakat.

“TAPD mengambil langkah untuk melakukan efisiensi pada belanja-belanja yang diperkirakan tidak akan mengganggu layanan publik dan tetap memprioritaskan pada belanja infrastruktur serta belanja mandatory lainnya,” ujarnya.

Menurut Budhi, situasi ini tidak hanya dialami Subang, tetapi juga banyak daerah lain akibat kebijakan penyesuaian fiskal dari pusat.

“Untuk dampak, semua pemerintah daerah baik kabupaten, kota, maupun provinsi sangat terdampak dan mungkin harus melakukan revisi RPJMD atau koreksi atas target-target pembangunan,” kata Budhi.

Ia menegaskan, meski fiskal terbatas, Pemkab Subang tetap menjaga kesinambungan pembangunan dan berupaya memastikan pelayanan publik berjalan optimal.

Bupati Subang Lobi Pemerintah Pusat dan Genjot PAD

Bupati Subang, Reynaldy, tidak tinggal diam menghadapi situasi ini. Ia aktif melobi pemerintah pusat agar pengurangan transfer tidak terlalu besar, terutama demi menjaga kelanjutan program prioritas seperti perbaikan jalan.

“Saya ini sekarang sering bolak-balik ke Jakarta, karena sedang melobi pemerintah pusat. Setidaknya, bisa memberikan keringanan untuk Kabupaten Subang. Kita masih punya PR besar dalam perbaikan jalan,” ujarnya saat diwawancarai Pasundan Ekspres, Kamis (16/10/2025)

Selain diplomasi ke pusat, Pemkab juga mengandalkan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Kita juga sedang menggenjot PAD. Saya ingin peran Pemda benar-benar optimal. Untuk tahun 2026, targetnya harus lebih tinggi dari tahun ini,” katanya.

Efisiensi besar-besaran di tubuh birokrasi pun disiapkan. Langkah ini mencakup penghapusan anggaran untuk kegiatan nonprioritas dan penghematan pada pos perjalanan dinas.

“Kita sedang menyusun efisiensi yang akan mulai terlihat tahun depan. Misalnya, anggaran konsumsi rapat (mamin) akan kita hilangkan 100 persen, perjalanan dinas kita pangkas sampai 50 persen. Semua kegiatan yang sifatnya tidak penting akan kita tiadakan,” tegasnya.

Reynaldy menekankan bahwa Subang harus tetap tangguh di tengah penurunan dana pusat. Langkah-langkah efisiensi, peningkatan PAD, dan diplomasi dengan pemerintah pusat menjadi upaya terpadu agar Subang tetap mampu menjaga stabilitas keuangan daerah.

“Intinya, kita tidak boleh pasrah. Kita terus bergerak, berhemat, dan berjuang agar Subang tetap bisa tumbuh dan masyarakat merasakan hasilnya,” jelasnya.

Bapenda Dipaksa Maksimalkan PAD

Pemotongan TKD menjadi pelajaran penting bagi Pemkab Subang untuk tidak terlalu bergantung pada pusat. Tahun depan, PAD ditargetkan menembus Rp1,009 triliun, naik dari target sebelumnya Rp961 miliar. Sedangkan, realisasi hingga awal bulan November 2025 ini baru mencapai 69 persen.

Kepala Bapenda, Yeni Nuraeni, memastikan timnya akan bekerja keras mengejar target tersebut.

“Kami tahu tahun depan ada pengurangan TKD, itu artinya PAD jadi andalan untuk membiayai belanja daerah,” katanya.

Yeni menyebut, fokus utama peningkatan PAD ada pada pajak PBB dan pajak air tanah.

“Kami aktif sidak ke lapangan. Ternyata masih banyak potensi pendapatan pajak yang bisa kita tarik,” ujarnya.

DPRD Desak BUMD dan Pemkab Lebih Kreatif

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Subang menargetkan kontribusi PAD dari sektor BUMD mencapai Rp33 miliar pada tahun anggaran 2026.

Ketua DPRD Kabupaten Subang, Victor Wirabuana Abdurachman menyebut, langkah tersebut merupakan bentuk respons cepat DPRD terhadap kondisi fiskal daerah yang tengah menantang.

“Turbulensi TKD kali ini cukup besar, mencapai penurunan sekitar Rp361 miliar. Karena itu, kami berharap BUMD di Kabupaten Subang bisa berperan lebih aktif dalam meningkatkan PAD,” ujarnya.

Ia optimistis pertumbuhan industri di Subang akan membuka peluang besar bagi BUMD.

“Dengan hadirnya Perda Nomor 1 Tahun 2023 tentang Investasi, DPRD siap mendukung langkah-langkah BUMD agar lebih terlibat dalam sektor industri yang menjadi potensi unggulan daerah,” terang Victor.

Dari total target Rp33 Miliar tersebut, kontribusi terbesar diharapkan datang dari PT Bank Subang dengan target Rp10 Miliar, naik dari capaian Rp8 Miliar pada tahun 2025.

Selain itu, PT Subang Sejahtera ditetapkan menembus target Rp6 miliar, meningkat signifikan dari Rp2,8 miliar pada tahun sebelumnya.
Selain itu, Perumda Tirta Rangga Subang dibebankan target Rp4 miliar, dan PT Subang Energi Abadi ditetapkan naik dua kali lipat dari Rp1 miliar menjadi Rp2 miliar. Sedangkan BPR KU juga mendapat penyesuaian target tambahan sebesar Rp500 juta.

Victor menegaskan, peningkatan target tersebut bervariasi antara 50 hingga 100 persen, tergantung pada kapasitas dan potensi masing-masing BUMD. Namun, ia menekankan pentingnya semangat optimisme dalam menghadapi tantangan fiskal daerah.

“Silakan targetkan PAD setinggi langit. Kalaupun belum sampai ke sana, minimal hasilnya capaian PAD tetap berada di kisaran target tahun ini,” tegasnya.

Sementara itu, anggota DPRD Viqri Wijaya mengingatkan agar efisiensi tidak menyentuh sektor vital seperti pendidikan dan kesehatan.

“Pemkab harus cerdas menggali pendapatan asli daerah (PAD) untuk menutup lobang itu. Apalagi orang-orang baru di BUMD itu basic-nya pengusaha, pasti pandai mencari celah uang. Pemangkasan anggaran juga harus tepat, jangan nafsu 2026 jalan mulus tapi infrastruktur pendidikan dan kesehatan dianaktirikan,” ujarnya saat diwawancara Pasundan Ekspres.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD, Hendra Purnawan, menilai strategi Subang harus berfokus pada peningkatan pendapatan ketimbang pinjaman daerah.

“Strateginya harus jelas. Pertama, lakukan pemangkasan belanja yang disesuaikan dengan pendapatan. Kedua, kalau Pak Bupati menargetkan pendapatan 2026 sebesar Rp1 triliun, maka harus bisa digenjot menjadi Rp1,3 triliun,” katanya.

Hendra juga menekankan agar efisiensi anggaran yang dilakukan tidak sampai mengubah struktur belanja prioritas, terutama yang berkaitan dengan program unggulan dan janji politik Bupati.

Menurutnya, fokus utama harus pada peningkatan PAD sebagai sumber pembiayaan paling realistis di tengah penurunan transfer pusat.

“Kita tidak berharap pemerintah daerah melakukan pinjaman daerah. Lebih baik melakukan rasionalisasi terhadap belanja, menyesuaikan dengan pendapatan daerah. Karena tumpuan kita saat ini ada di PAD. Itu yang harus kita dorong bersama,” ungkapnya.

Hendra menuturkan bahwa kondisi defisit dalam APBD masih tergolong wajar selama tetap mengikuti ketentuan yang ditetapkan pemerintah pusat. Ia menjelaskan, berdasarkan regulasi, batas maksimal defisit yang diperbolehkan adalah sebesar 0,5 persen dari total nilai APBD.

“Kalau APBD kita sekitar Rp2,7 triliun, maka defisit maksimal yang diperbolehkan sekitar Rp70–80 miliar. Jadi, selama masih dalam batas itu, wajar saja. Tapi yang penting, defisit itu harus jadi motivasi bagi pemerintah daerah dan DPRD untuk bekerja sama meningkatkan pendapatan,” jelasnya.

Lebih lanjut, Hendra menekankan pentingnya keselarasan pandangan antara pihak eksekutif dan legislatif dalam menghadapi tantangan fiskal. Ia menegaskan bahwa APBD merupakan hasil kolaborasi kedua pihak demi kepentingan masyarakat Subang.

“APBD itu produk bersama, yang hasilnya akan dinikmati oleh masyarakat. Maka, kami berharap antara DPRD dan pemerintah daerah punya pandangan yang sama dalam menjaga keseimbangan fiskal di tengah penurunan dana transfer ini,” ujarnya.

Akademisi dan Mahasiswa Beri Catatan Kritis

Akademisi STIESA, Dr. Gugyh Susandy, menilai pemangkasan TKD ini menegaskan tingginya ketergantungan Subang terhadap dana pusat.

Dalam studi oleh Bappenas pada tahun 2024, menunjukkan bahwa Subang termasuk dalam kategori daerah dengan ketergantungan tinggi terhadap transfer pusat, yakni mencapai 68 persen dari total pendapatan.

” Pemotongan ini setara dengan 22 persen dari total belanja daerah tahun sebelumnya berdasarkan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) tahun 2023, ” ucapnya.

Untuk menghadapi persoalan tersebut, Pemerintah Kabupaten Subang menyiapkan sejumlah langkah strategis, salah satunya melalui optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Pemerintah Kabupaten Subang telah mengimplementasikan program intensifikasi pajak hotel dan restoran berbasis digital,” ujar Gugyh.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan tahun 2024, inisiatif tersebut berhasil meningkatkan penerimaan pajak daerah hingga 18 persen pada semester pertama tahun 2024.

Meski begitu, hasil analisis LPEM UI tahun 2023 menunjukkan bahwa potensi PAD Subang masih belum tergarap maksimal, dengan tingkat kepatuhan wajib pajak baru mencapai 62 persen.

Selain memperkuat PAD, Pemkab Subang juga melakukan langkah efisiensi melalui rasionalisasi belanja daerah.

“Subang menerapkan strategi belanja berbasis kinerja dengan memprioritaskan program padat karya dan infrastruktur dasar,” tambah Gugyh.

Data Bappeda Subang tahun 2024 mencatat adanya realokasi anggaran sebesar Rp127 miliar dari belanja tidak langsung ke program-program prioritas.

Sementara itu, Ketua IMM Subang, Iqbal Maulana, menilai pengurangan TKD merupakan “alarm keras” dari pusat terhadap lemahnya tata kelola keuangan daerah.

“Ketika transfer dana sebesar itu dipangkas, artinya kinerja birokrasi Subang tidak dipercaya sepenuhnya, baik dari sisi perencanaan, pelaporan, maupun efektivitas penggunaan anggaran,” katanya.

Ia mendesak Pemkab untuk berbenah dan lebih transparan.

“Yang harus dilakukan bukan mencari kambing hitam, tapi berani membuka ke publik apa yang salah dalam manajemen keuangan daerah,” ucapnya.

Dengan berbagai langkah efisiensi, diplomasi fiskal, dan optimalisasi PAD, Pemkab Subang dihadapkan pada ujian besar: menjaga stabilitas keuangan tanpa mengorbankan pelayanan publik. Tahun 2026 akan menjadi momentum penting bagi Subang untuk membuktikan ketahanan fiskalnya di tengah badai pengurangan transfer pusat.

Sumber : Pasundan Ekspres