Berita

Pemerintah Izinkan Korban Pemerkosaan Lakukan Aborsi ? Ini Aturan Selengkapnya

268
×

Pemerintah Izinkan Korban Pemerkosaan Lakukan Aborsi ? Ini Aturan Selengkapnya

Share this article
Pemerintah Izin Korban Pemerkosaan Lakukan Aborsi

SUBANG, Elshifaradio.com – Pemerintah kini mengizinkan korban pemerkosaan yang hamil untuk melakukan aborsi. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2024 yang mengatur pelaksanaan UU RI Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Subang, dr Maxi, S.H, M.H.Kes, menjelaskan bahwa aborsi adalah upaya untuk mengeluarkan hasil konsepsi dari dalam rahim sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.

Baca Juga : Pj Bupati Subang Resmikan Perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-79 di Lingkup Pemkab Subang

Menurut Pasal 116 PP Nomor 28 Tahun 2024, setiap orang dilarang melakukan aborsi kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau untuk korban tindak pidana pemerkosaan atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

“Aborsi diperbolehkan atas indikasi darurat medis, korban tindak pidana pemerkosaan, dan korban tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan,” ucapnya di Kabupaten Subang, Jumat (9/8/2024).

Aborsi harus dilakukan di fasilitas kesehatan yang memenuhi standar sumber daya kesehatan, sesuai dengan Pasal 119 ayat 1 dan 2 PP Nomor 28 Tahun 2024.

Ayat 1 menyebutkan bahwa pelayanan aborsi hanya dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut yang memenuhi standar yang ditetapkan oleh Menteri.

Ayat 2 berbunyi: “Pelayanan aborsi hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis dan dibantu oleh tenaga kesehatan sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya,” ujarnya.

Baca Juga : Nasabah bank bjb Raih Hadiah Ratusan Juta di Undian Simpeda Pontianak

Dokter yang melakukan aborsi harus memiliki kompetensi dan kewenangan sesuai Pasal 120 ayat 1, 2, dan 3 PP Nomor 28 Tahun 2024.

Ayat 1 menyebutkan bahwa pelayanan aborsi diberikan oleh tim pertimbangan dan dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan.

Sementara itu, ayat 2 menjelaskan bahwa tim pertimbangan bertugas memberikan pertimbangan dan keputusan dalam melakukan pelayanan aborsi karena adanya kehamilan yang memiliki indikasi kedaruratan medis dan/atau kehamilan akibat tindak pidana pemerkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain.

Ayat 3 berbunyi: “Dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas melakukan pelayanan aborsi karena adanya kehamilan yang memiliki indikasi kedaruratan medis dan/atau kehamilan akibat tindak pidana pemerkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain,” ujarnya.

Tindakan aborsi hanya boleh dilakukan atas persetujuan perempuan hamil dan/atau suami, sesuai dengan Pasal 122 ayat 1, 2, dan 3 PP Nomor 28 Tahun 2024.

Baca Juga : Paling Banyak Diminati, Eskul Drumband Jadi Favorit di SMP Negeri 1 Ciasem

Ayat 1 menyebutkan bahwa pelayanan aborsi hanya dapat dilakukan atas persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan dan dengan persetujuan suami, kecuali korban tindak pidana pemerkosaan.

Ayat 2 berbunyi: “Pengecualian persetujuan suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku terhadap korban tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan,” ujarnya.

Ayat 3 berbunyi: Dalam hal pelaksanaan pelayanan aborsi dilakukan pada orang yang dianggap tidak cakap dalam mengambil keputusan, persetujuan dapat dilakukan oleh keluarga lainnya.

“Perempuan yang melakukan aborsi harus mendapatkan pendampingan dan konseling,” ujarnya.

Baca Juga : Spesial HUT RI Ke-79, RS Hamori Subang Diskon Layanan Medis Hingga 17 Persen

Hal ini sesuai dengan Pasal 123 PP Nomor 28 Tahun 2024 yang menyatakan bahwa dalam pelayanan aborsi harus diberikan pendampingan dan konseling sebelum dan setelah aborsi, yang dilakukan oleh tenaga medis, tenaga kesehatan, dan/atau tenaga lainnya.

Meski demikian, perempuan yang ingin melakukan aborsi dapat membatalkan niatnya setelah mendapatkan pendampingan dan konseling, sesuai dengan Pasal 124 ayat 1, 2, dan 3 PP Nomor 28 Tahun 2024.

Ayat 1 berbunyi: “Dalam hal korban tindak pidana pemerkosaan dan/atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan memutuskan untuk membatalkan keinginan melakukan aborsi setelah mendapatkan pendampingan dan konseling, korban diberikan pendampingan oleh konselor selama masa kehamilan, persalinan, dan pascapersalinan.”

Ayat 2 berbunyi: “Anak yang dilahirkan dari ibu korban tindak pidana pemerkosaan dan/atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan berhak diasuh oleh ibu dan/atau keluarganya,” ujarnya.

Ayat 3 menyebutkan: Dalam hal ibu dan/atau keluarga tidak dapat melakukan pengasuhan, anak dapat diasuh oleh lembaga asuhan anak atau menjadi anak yang dipelihara oleh negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Jadi aborsi harus dengan persetujuan dari korban pemerkosaan atau tindak kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan. Jadi harus sangat siap untuk melakukan tindakan aborsi, kita tenaga kesehatan sangat siap bila diminta bantuan untuk melakukan aborsi,” ujarnya.

Sumber : lampuhijau.co.id

Response (1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *