BeritaSubang

Ruang Rakyat di Ambang Perubahan : Pujasera Subang dan Dilema Modernisasi Kota

50
×

Ruang Rakyat di Ambang Perubahan : Pujasera Subang dan Dilema Modernisasi Kota

Share this article

SUBANG – Di pusat Kota Subang, berdiri sebuah ruang publik yang lebih dari sekadar deretan warung makan tapi juga merupakan saksi bisu dari geliat ekonomi dan romantisme pertemuan masyarakat. Tempat ini adalah Pasar Pujasera Subang.

Sejak awal 2000-an, Pujasera dibangun sebagai bentuk penataan pedagang kaki lima yang lebih tertib dan terorganisir oleh Pemerintah. Lokasinya yang strategis menjadikannya tempat persinggahan banyak kalangan, dari pelajar yang pulang sekolah, keluarga yang berbuka puasa, hingga pasangan muda yang bertemu di bangku kayu dekat penjual jagung bakar.

Namun kini, ruang sosial yang dulu hidup dan sederhana ini berdiri di ambang ketidakpastian. Sebab di atas tanah yang sama, rencana pembangunan Pesona Mall Subang mulai menggeliat. Sebuah megaproyek yang digadang-gadang bakal menjadi wajah baru kota—modern, mewah, dan berstandar tinggi.

Baca Juga : Satresnarkoba Polres Subang Bekuk Pelakuk Pengedar OKT di Dawuan

Ironisnya, wajah baru itu justru mengancam ruang lama yang telah lama menjadi denyut nadi warga. Para pedagang mulai cemas. Pengunjung setia pun resah.

“Alhamdulillah, omzet naik lagi sekarang. Tapi kami juga khawatir… soalnya katanya mau dibangun mall,” tutur Pak Yana (51), pedagang lama yang menggantungkan hidup di sana lebih dari 15 tahun.

Pujasera bukan hanya milik pedagang. Ia juga pernah jadi panggung nasional. Pada Desember 2022, Presiden Joko Widodo mengunjungi langsung lokasi ini, membagikan bantuan kepada pedagang, bahkan bermain lato-lato bersama anak-anak. Aksi spontan ini sempat viral dan mengukuhkan Pujasera sebagai ruang rakyat yang inklusif dan terbuka.

Dua tahun sebelumnya, pada 29 Februari 2020 musisi Anji juga menggelar panggung dadakan di tengah kerumunan. Momen langka yang direkam dalam kanal digitalnya, dengan wajah-wajah warga yang antusias menyanyi bersama, menjadi bukti magnet sosial Pujasera.

Baca Juga : Janji Tak Kunjung Ditepati, Pedagang di Jalancagak Gelar Aksi Unjuk Rasa. Ini Tanggapan Bupati Subang !

Namun gemerlap kenangan itu tak cukup menghalau ancaman perubahan. Pada 2024, Pemkab Subang mengumumkan rencana pembangunan mall megah seluas lebih dari 78 ribu meter persegi. Protes pun muncul dari berbagai pihak: pedagang, warga, aktivis budaya.

“Sekarang mah rame terus. Lebih hidup lah ketimbang waktu covid dulu,” kata Dini (34), warga Subang yang sejak kecil akrab dengan jajanan khas Pujasera.

Setelah dinamika panjang, akhirnya Pemkab Subang mencabut Surat Keputusan Bupati terkait relokasi pedagang, sekaligus membubarkan tim relokasi pada 13 Juni 2024. Keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan reaksi publik dan dinamika sosial.

Kini, masa depan Pujasera berada di persimpangan. Proyek mall belum berjalan. Tapi bayang-bayangnya masih terasa.

Baca Juga : Dibantai Jepang 6-0, Timnas Indonesia Gagal Curi Poin di Kualifikasi Piala Dunia 2026

“Kalau mau bangun mall ya silakan. Tapi jangan sampai Pujasera hilang. Kenapa nggak digabung aja? Ada zona UMKM-nya, ada ruang rakyatnya. Jangan semua diseragamkan,” ucap Rino (30), pengunjung setia dari Pagaden.

Para pakar tata kota dan ekonomi pun menyuarakan hal serupa, pembangunan seharusnya bersifat inklusif. Pembangunan yang baik bukan hanya memoles kota dengan gedung tinggi dan aspal mulus, tapi juga menjaga identitas lokal dan memberikan ruang untuk semua kalangan.

Pujasera mungkin bukan tempat yang sempurna. Tapi ia punya jiwa. Jika benar mall akan dibangun, harapannya satu: Pujasera jangan hilang. Ia harus tetap hidup—di dalam, atau berdampingan.

Karena membangun kota tak cukup dengan cetak biru dan beton. Tapi dengan empati, kenangan, dan ruang untuk semua.